Sunday, March 13, 2022

6 Cara Mengatasi Trauma Psikologis Ala Desi's Corner


Trauma psikis

Cara mengatasi trauma psikologis setiap orang berbeda-beda. Tidak ada batasan waktu seseorang dikatakan berhasil melewati masa krisis kehidupan yang membuat memandang hidup seperti tidak adil.

Semua mempunyai waktu sendiri dalam menjalani kehidupan agar dapat normal kembali. Hmm, mungkin tidak dapat dikatakan normal seperti tidak terjadi apa-apa.

Kalau boleh pinjam istilah pandemi, mungkin New Normal atau mungkin juga menjadi "Endemi", hidup berdampingan dengan luka dan duka yang setiap saat jika terjadi gesekan entah itu karena suasana syahdu seperti hujan turun, teringat makan makanan kesukaan, suatu kejadian yang berulang yang hampir sama dengan peristiwa trauma, atau ketika sedang sendiri tapi sekelebat pikiran kenangan pahit itu tiba-tiba lewat dalam pikiran. Semua itu akan membuat hati menjadi galau untuk beberapa saat dan bisa mengganggu aktivitas.

Baca Juga: Tetap Produktif Meski Diam Di Rumah

Apa, sih, Trauma Psikologis?

Dari kesimpulan penjelasan di atas, didapatlah bahwa arti trauma psikologis yang sampai saat ini aku masih mencoba untuk beradaptasi; bahwa trauma psikis adalah kondisi yang bisa muncul dikarenakan beberapa faktor, termasuk pernah mengalami pengalaman buruk pada masa lalu.

Menurut keterangan artikel yang didapat, kondisi ini harus ditangani segera, setidaknya dengan beberapa cara, seperti berhenti menyalahkan diri sendiri, latihan pernapasan, serta mencari bantuan ahli.

Baca Juga: Ulasan Wokshop Detox Emosi

Penyebab Trauma Psikologis

Aku yakin, setiap orang memiliki trauma psikologis masing-masing. Dan penyebabnya macam-macam. Entah itu trauma masa kecil, pengasuhan, perundungan, atau lainnya.

Dan ini adalah penyebab trauma psikologis yang dapat dikelompokkan menjadi tiga:

1. Satu jenis peristiwa

Peristiwa yang terjadi hanya satu kali tapi membuat trauma membekas hingga kelak seseorang itu dewasa dan trauma itu susah dihilangkan. Trauma psikologis yang berkepanjangan ini akan mengarah kepada kondisi gangguan stres pasca trauma atau Post Traumatic Disorder (PTSD).

Contoh trauma psikologis berkepanjangan; pernah mengalami kecelakaan, sakit atau cedera parah, mengalami kekerasan atau pengasuhan waktu kecil, bencana alam (entah itu banjir bandang, meletusnya gunung berapi, gempa, tsunami seperti di Aceh) dan trauma lainnya yang membekas.

2. Stres berkepanjangan

Stres berkepanjangan pun seperti tinggal di area yang memiliki kriminalitasnya tinggi (narkoba, pencuri), perundungan, ditelantarkan saat masih kecil, atau diagnosis penyakit berat dapat menjadi penyebab trauma psikologis.

3. Hal-hal yang tidak disadari

Trauma psikologis lainnya adalah yang tidak disadari seperti mengalami kematian orang terdekat, putus cinta, perceraian, perselingkuhan, atau mungkin akibat dari dari menjalani operasi saat masih kecil terutama pada tiga tahun pertama kehidupan.

Hal-hal yang tidak disadari seperti ini seringkali dianggap bisa dilewati setelah beberapa waktu berlalu. Padahal bagi sebagian orang, tidak semudah itu pada kenyataannya untuk melupakan trauma psikologis yang dialami mereka.

Penyebab trauma



Mengatasi Trauma Psikologis Ala Desi's Corner

Dari tiga penyebab trauma psikis di atas, maka trauma yang aku alami adalah poin terakhir, hal yang tidak aku sadari.

Aku mengalami peristiwa kehilangan orang paling terdekat dua kali. Bahkan pada peristiwa kedua, aku langsung kehilangan tiga orang sekaligus dalam selang waktu satu minggu saja.

Peristiwa trauma yang pertama terjadi pada, 26 Desember 2013. Saat kehilangan anak keduaku yang saat itu berusia 8,5 tahun. Tujuh tahun tiga bulan sudah dia pergi, sampai sekarang pun masih teringat jelas bayangan dia di pelupuk mata.

Bahkan, blouse yang aku kenakan pada saat kerja di hari terakhir anak laki-lakiku itu, masih kusimpan. Dan tidak pernah kupakai lagi semenjak kejadian hari yang kurasa dunia seperti runtuh dan jiwa seperti melayang jauh ingin menyusulnya.

Bersyukur saat itu aku bisa mengatasi trauma psikologis dengan bermanja dan bersandar pada suami. Masih ada Kakak yang harus kuasuh. Masih ada pekerjaan menanti. Hanya dua hari kerja aku berdiam diri di rumah. Setelah itu aku kembali bekerja.

Peristiwa kedua adalah berpulangnya Ibu mertua dan Adik ipar karena COVID-19 pada, 1 Juli 2021. Lalu seminggu kemudian suami menyusul mereka pada, 9 Juli. Sungguh hari paling terberat dari semua cobaan dan ujian hidup yang pernah aku alami.

Kemana aku harus bersandar, bermanja, berkeluh kesah, bercanda mesra. Bahkan impian dan rencanaku juga kandas untuk dapat menghabisi hari tua bersamanya.

Kebersamaan kami selama 22 tahun, menjadi kenangan dan meninggalkan trauma hanya dalam hitungan hari. Tapi aku harus menjadi tempat bersandar untuk Kakak. Maka aku harus seperti Srikandi, kuat dan berani menghadapi perang (mental).

6 Cara Mengatasi Trauma Psikologis Ala Desi's Corner:

1. Memberi waktu untuk diri-sendiri

Pandemi memang membuat psikis terganggu sekaligus menguntungkan. Aku tidak perlu menghadapi, menyalami, dan mendengar ucapan klise duka cita dari pelayat. Aku tidak perlu mendengar kata-kata simpati agar aku kuat menghadapi peristiwa trauma dari mulut mereka langsung, yang tidak akan mengurangi keluarnya air dari mata. Cukup dengan gawai semua sudah terwakili tanpa perlu memperlihatkan betapa dukanya wajahku.

Menghabiskan waktu sendiri yang saat itu masih isoman dan suasana rumah yang sepi mendukung proses penenangan diri. Di saat seperti inilah aku mencari arti hidup (meaning of life). Tapi, tetap beri batasan waktu sampai kapan menyingkir dari kehidupan sosial. Jangan sampai berlarut juga dalam duka karena hidup juga wajib dijalani sebagai bentuk tanggung jawab karena masih dipercaya Alloh untuk menjadi khalifah di bumi ini.


Mengatasi trauma psikologis ala desi


2. Berhenti menyalahkan diri sendiri

Untuk menghilangkan kebiasaan poin dua ini memang susah banget dan sampai sekarangpun aku masih berusaha untuk tidak melakukannya. Alhamdulillahnya, sekarang jauh berkurang walau sesekali pikiran ini datang kalau hati sedang merasa down.


3. Gabung dengan komunitas

Bergabung dengan komunitas dapat menyingkirkan pikiran nomor dua di atas. Ya, memang sih, seringnya silent reader, tapi aku menyimak, lho. Seperti Komunitas Blogspedia yang membahas seputar blog, IIP (Institut Ibu Profesional) yang saat ini aku bergabung di Rumbel (Rumah Belajar) Kerajinan Tangan,  Rumbel literasi (Rumlit), dan DIB (Dapur Ibu Bersama), ODOP (One Day One Post), ISB (Indonesian Social Blogpreneur), IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis), dan masih ada beberapa grup kepenulisan lainnya seperti Wonderland Family (menulis cerita anak).

3. Menyibukkan diri dengan belajar hal baru

Mempelajari hal baru seperti berpetualang. Kita harus mencari jalan agar bisa menguasai medan yang akan dilalui. Sebut saja, mencoba resep baru, belajar food fotography, kerajinan tangan menggunakan bahan recycle, menanam tanaman, ikut Bimtek yang diadakan oleh BPPTIK (Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang diadakan oleh Kominfo.

Semua kegiatan itu butuh fokus yang mau tidak mau pikiran negatif lama-kelamaan porsinya akan berkurang di dalam pikiran.

4. Menulis

Sudah menjadi rahasia umum kalau menulis adalah salah satu cara untuk mengatasi trauma psikologis. Seperti apa yang telah dikembangkan pada tahun 80-an, oleh seorang psikolog bernama James Pennebaker.

Pennebaker mengembangkan suatu metode penulisan yang dinamakan expressive writing atau menulis ekspresif. Dalam metode penulisan ini, kita diminta menuliskan apa yang ada di pikiran atau perasaan kita tentang misalnya peristiwa traumatis atau kenangan indah. Mungkin kalau bahasa sehari-hari kita di sini, curhat kali, ya.

Dan hasilnya memang terasa banget. Di antara banyak kegiatan atau aktivitas, cuma menulis yang membutuhkan konsentrasi penuh. Pikiran kita tidak bisa dibagi seperti halnya memasak, mencuci, menyapu, atau kegiatan fisik lainnya dimana pikiran kita masih bisa berkeliaran kemana-mana.

Hati dan rasa plong banget ketika aku selesai menulis. Kecemasan atau kekhawatiran berkurang karena aku mendapat nasihat dari aku dan untuk aku sendiri.


5. Memelihara hewan peliharaan

Dikutip dari Mental Health Foundation, memelihara hewan peliharaan dapat mengurangi depresi, mengurangi kesepian, terapi untuk anak ADHD, anak autisme, membantu bersosialisasi.

Kalau yang aku rasakan semenjak adanya Rembo (kucing). Jelas aku tidak merasa kesepian, karena aku mempunyai tempat ngobrol atau curhat. Polahnya yang lucu entah itu gaya tidur, ketika bermain, atau membangunkanku lewat tengah malam karena ingin keluar kamar, aku suka semuanya karena suasana rumah menjadi hangat dan ada kehidupan.

Rembo membuat aku mempunyai tempat untuk mencurahkan kasih sayang dan rasa tanggung jawab untuk membuat dia selalu sehat.

Rembo menjaga mental

6. Memperkuat iman

Ditempatkan sebagai poin terakhir bukan berarti menjadi senjata pamungkas mengatasi trauma psikologis. Justru mengisi jiwa melalui kegiatan rohani adalah nomor satu yang harus ditingkatkan terus.

Tidak ada kejadian tanpa maksud. Tidak ada peristiwa yang salah alamat. Tidak ada takdir kecuali memang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz sebelum kita diciptakan.

Menolak semua apa yang menimpa diri justru akan berbalik dengan lebih keras dan sakit, seperti pantulan bola yang dilempar. Pun menerima semua kejadian pahit meski sulit, tapi itu lebih baik. Memeluk luka memang sakit tapi juga menyembuhkan karena dibalut jiwa yang sedang belajar arti kata ikhlas.

Peluk luka dengan gempuran membaca ayat suci, mendengarkan tausiyah, mengaji, berkaca pada pengalaman orang lain yang mengalami trauma juga, menambah amalan sunnah, dan aktivitas keagamaan yang cocok dengan hati.

Alhamdulillah, aku bisa belajar menerima apa yang menimpa pada diriku.

Masih ada beberapa lagi cara mengatasi trauma psikologis yang aku lakukan tapi tidak kusebut di sini. Tapi menurutku, lakukanlah apa saja yang membuat diri nyaman dan dapat hidup berdampingan dengan luka batin.

Tidak ada yang bisa melupakan kenangan pahit kecuali Tuhan yang menghapusnya dari memori kita.

Apakah Sahabat Desi"s Corner juga punya trauma psikologis? Semoga artikel di atas dapat menjadi inspirasi dan dapat diadaptasi sesuai kondisi Sahabat, ya.

Salam sehat lahir dan batin.

Referensi bacaan:

https://www.halodoc.com/artikel/5-cara-pemulihan-trauma-psikis

https://www.sehatq.com/artikel/trauma-psikologis-bisa-lumpuhkan-kehidupan-ini-cara-menyembuhkannya/amp

https://www.halodoc.com/artikel/memelihara-hewan-ini-manfaatnya-untuk-kesehatan-mental

7 comments:

  1. Bu Desi turut berduka atas segala kehilangannya meski sudah lama, tentunya untuk menuliskannya kembali menjadi memori kelam yang bikin rasa sedih datang lagi. Pelukk dari jauh ya Bu :)

    ReplyDelete
  2. Kalau nggak bisa mengatasi trauma ini bakal jadi bayang-bayang seumur hidup ya mbak, jadi harus bisa move on.

    ReplyDelete
  3. Saya memilih menulis untuk mengatasi trauma psikologis masa kecil, walau kadang masih terlintas di pikiran, tapi ini juga masalah waktu, mudah-mudahan akan hilang bertahap sampai mental ini kembali sehat seutuhnya

    ReplyDelete
  4. Masya Allah, Bu Desi turut berbelah sungkawa. Belum sanggup membayangkan gimana pedihnya.
    Menulis memang manjur banget ya ..
    Aku pun menulis untuk healing juga.
    Sehat-sehat ya bu Desi

    ReplyDelete
  5. Ya Allah Bu Desi, semangaat ya bu! Aku selalu ingat pesan guruku, "Hal terberat ketika kehilangan tuh bukan hari saat kehilangan. Tapi hari-hari setelahnya."

    Buatku menulis juga cara ampuh untuk mengatasi trauma psikologis. Jadi healing tersendiri ketika nggak bisa cerita sama orang lain.

    ReplyDelete
  6. Aku sih biasanya memanfaatkan "me time" bareng keluarga untuk healing. Selain itu "menulis" dan merawat tanaman hias jadi caraku untuk me-release stres agar tidak sampai terjadi trauma psikologis yang berkepanjangan

    ReplyDelete
  7. Aku juga menulis bisa jadi alternatif lain buat healing diri sendiri. Kl lagi nggak mood bercerita dgn org lain.
    Apalagi kl nulisnya yg memang disimpan utk diri sendiri, ntar pas bacanya jadi semacam pengingat dan penyemangat buat sendiri

    ReplyDelete