Waktu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diberlakukan bulan Maret lalu. Aku menyiapkan mental hanya untuk tiga bulan.
Mental hati, mental sabar, mental kantong, dan masih banyak mental yang lainnya. Mungkin sahabat Desi's corner mau nambahin?
Hitungan persiapan mental selama tiga bulan itu, bukan sembarang ditentukan.
Soalnya, aku melihat keadaan dan kondisi negara Cina. Asal dari pandemi ini berawal. Mereka mengisolasi Kota Wuhan selama tiga bulan. Setelah itu kehidupan kembali normal seperti sedia kala.
Jadi, waktu suami dirumahkan sementara dari kantor. Ya, mikirnya palingan tiga bulan aja.
Jadi, waktu suami dirumahkan sementara dari kantor. Ya, mikirnya palingan tiga bulan aja.
Aku, mah, nyantai kayak di pantai. Semua pastinya akan berjalan lancar dan aman.
Tiga bulan berlalu. Hilal tanda-tanda kehidupan normal belum kelihatan. Perpanjangan PSBB dari pemerintah pun tidak kuhitung lagi. Capek hati juga.
Akhirnya persiapan mentalku diperpanjang. Kutambah sampai bulan Agustus. Supaya nggak makan hati alias dipatahkan oleh harapan sendiri.
Ternyata, perpanjangan waktu yang kubuat dilewati juga sama si Covid.
Ya, sudahlah. Sekarang aku, mah, pasrah. Mentalku dipasang sampai batas waktu yang tidak ditentukan lagi.
Tiga bulan berlalu. Hilal tanda-tanda kehidupan normal belum kelihatan. Perpanjangan PSBB dari pemerintah pun tidak kuhitung lagi. Capek hati juga.
Akhirnya persiapan mentalku diperpanjang. Kutambah sampai bulan Agustus. Supaya nggak makan hati alias dipatahkan oleh harapan sendiri.
Ternyata, perpanjangan waktu yang kubuat dilewati juga sama si Covid.
Ya, sudahlah. Sekarang aku, mah, pasrah. Mentalku dipasang sampai batas waktu yang tidak ditentukan lagi.
Awal Tahun 2020
Sebelum adanya pandemi Covid-19 ini. Aku sudah mendaftar satu kelas untuk satu tahun di 2020 ini. Kelas Blogger Squad ODOP namanya.Itu berarti aku sudah menjalani kelas blog selama dua bulan waktu PSBB berlaku.
Kegiatan ngeblog bareng ini, membuat pikiranku teralihkan dari pandemi yang sedang berlangsung.
Mungkin karena tema menulis yang diberikan kelas blog cukup membuat mentalku tetap stabil. Uneg-unegku bisa keluar dan tertata dengan rapi di blogku.
Baca Juga: Terima Kasih Untuk Teman-Teman
Menambah Kelas
Di pertengahan tahun aku mendaftar satu kelas lagi. Perkuliahan Kelas Bunda Produktif namanya.Perkuliahan tersebut di bawah naungan Institut Ibu Profesional (IIP).
Kelas tersebut berbayar. Alhamdulillah, aku masih menyanggupinya karena nominal yang nggak terlalu besar.
Dua kelas yang diikuti tersebut cukup membuat fokusku terpecah. Pandemi yang menyentuh mentalku lumayan ditenggelamkan oleh tugas.
Meski tugas diberikan seminggu sekali. Tapi itu cukup membuat aku sibuk.
Terlebih perkuliahan kelas Bunda Produktif ini dibagi menjadi beberapa grup (cluster).
Masing-masing cluster mengerjakan project yang sudah disepakati bersama.
Tim aku memilih project membuat picture book dalam bentuk ebook untuk anak usia 5 tahun.
Project ini sudah masuk bulan ketiga. Kalau tidak ada aral melintang, insha Allah akan selesai di bulan Maret. Sesuai dengan selesainya perkuliahan kelas Bunda Produktif ini.
Tetap Produktif Meski Diam di Rumah
Pandemi memang membuatku gamang. Terlebih pemerintah menganjurkan untuk lebih banyak diam di rumah.Beradaptasi dengan keadaan yang sudah berjalan sepuluh bulan ini harus dilakukan.
Meski aktivitas luar rumah cuma bisa ke pasar. Tetap aku tidak boleh putus dengan informasi dunia luar.
Dengan bermodalkan kuota, grup WA, juga media sosial. Aku terhubung dengan ilmu-ilmu baru.
Ternyata di setiap sempitnya keadaan, memang benar selalu ada kelapangan.
Kelas gratis daring begitu banyak tersebar di medsos. Belum lagi dari grup-grup komunitas di WA yang aku ikuti.
Kalau aku maruk, mestilah semua kelas aku ambil. Mulai dari zoom, google meet, messenger, kulwap (kuliah whatsapp), aku ikuti.
Untung keterbatasan isi kepala menampung Informasi menyadarkanku. Jadi, ya, aku ambil kelas yang ilmunya memang aku butuhkan.
Kalau pandemi dijadikan alasan sebagai keterbatasan gerak. Itu karena memang aku yang tidak mau mencari tahu dan mengambil kesempatan.
Kesempatan itu "berserakan". Malah aku harus memilih di antara "serakan" itu.
Blogspedia dan Kelas Gratis Lainnya
Blogspedia adalah kelas yang aku ikuti menjelang akhir tahun.Kelas yang lama belajarnya tiga bulan ini juga free. Alhamdulillah, semua kelas free materinya bukan "kaleng-kaleng".
Pemateri atau mentor benar-benar berbagi ilmu untuk kebermanfaatan para peserta. Termasuk didalamnya aku.
Di kelas blogspedia inilah, aku mendapat materi blog yang super duper komplit.
Kelas yang dipandu Coach Marita memang khusus blogger pemula alias belajar dari nol.
Mulai membuat blog gratisan sampai akhirnya para peserta memiliki domain berbayar. Mulai mempercantik blog sampai SEO. Pokoknya, mah, banyak banget materi yang didapat.
Baca Juga: Blogger Wajib Menulis Sesuai Kaidah SEO
Selain kelas rutin Blogspedia. Aku juga mengikuti kelas daring yang diadakan oleh beberapa komunitas.
Seperti webinar melalui zoom yang diadakan oleh IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) selama satu bulan, kulwap Rumlit (Rumah Literasi) Bekasi tentang literasi dan blog, google meet dari ISB (Indonesian Social Blogpreneur) dan Marathon Coaching dari Growthing.id yang mengupas tuntas tentang blog.
Selain kelas rutin Blogspedia. Aku juga mengikuti kelas daring yang diadakan oleh beberapa komunitas.
Seperti webinar melalui zoom yang diadakan oleh IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) selama satu bulan, kulwap Rumlit (Rumah Literasi) Bekasi tentang literasi dan blog, google meet dari ISB (Indonesian Social Blogpreneur) dan Marathon Coaching dari Growthing.id yang mengupas tuntas tentang blog.
Baca Juga: Pandemi Datang Gaptek Hilang
Semua kelas webinar dan kulwap tersebut kuikuti hanya dengan bermodalkan niat, waktu, dan kuota.
Tidak perlu anggota keluarga lain tahu, bagaimana sang istri mengatur keuangan pengeluaran rumah tangga, di antara keterbatasan pemasukan selama pandemi.
Dukungan suami dan anak pada istri selama mengikuti kelas daring saja sudah lebih dari cukup.
Ya, kan, kelas daring seperti yang aku ikuti, lumayan menyita waktu.
Jam online setiap kelas itu tidak sama. Terkadang siang, sore, atau malam. Dengan durasi paling sedikitnya dua jam. Bahkan ada yang sampai empat jam. Jadi kelar kelasnya itu sekitar pukul 11-an gitu. Malam, lho, ini.
Seandainya pasangan hidup keberatan dengan aktivitasku selama pandemi di rumah. Bisa dibayangin, deh, gimana stresnya aku.
Sudah harus diam di rumah, terputus pula hubungan dengan dunia luar.
Baiklah kalau begitu, sepertinya kesempatan menulis kali ini. Saya mau mengucapkan terima kasih untuk the one and only laki-laki yang ada di rumah. Ceritanya tribute to gitu.
Thank you so much my dear husband for your understanding.
Terima kasih telah menyediakan wifi di rumah. Sehingga aku bisa "berselancar" tanpa batas. Menimba ilmu, menambah wawasan, menambah teman meski di dunia maya.
Semoga kita bisa berselancar beneran di pantai setelah pandemi berakhir. Aamiiin.
Eh, ngomongin pantai. Ini, nih, yang kepingin aku obrolin sama suami, pantai.
Dia, tuh, kepingin ngajak aku dan kakak ke daerah pegunungan yang ada tempat pemandian air panasnya.
Aku, mah, belum jawab "iya", sih. Aku, tuh, lagi mikir yang deket-deket ajalah jalannya. Biar ongkosnya irit dan nggak pake nginep pula.
Terus kepikiran, deh, pantai. Pantai dari Bekasi, kan, ada, tuh. Ancol. Nggak perlu berjam-jam untuk sampai di tujuan. Nggak perlu isi BBM berkali-kali. Bayar tol juga nggak mahal-mahal amat.
Cukup bawa masakkan dari rumah. Ayam goreng, sambal terasi, lalap, kerupuk, buah, sama air minum. Buat alas duduknya, bawa tikar. Gelar, deh, di pinggir pantai.
Ngerasain angin pantai berembus, melihat perahu nelayan terombang-ambing di laut lepas. Orang-orang di bebatuan sedang memancing. Anak-anak yang bercanda dengan ombak.
Rasanya hati terasa lepas, tertarik oleh ombak ke laut. Berenang bebas, melepas penat dari kungkungan kamar, teras, dapur.
Bagaimana my husband? Bisa nggak mewujudkan keinginan Eneng.
Semua kelas webinar dan kulwap tersebut kuikuti hanya dengan bermodalkan niat, waktu, dan kuota.
Bincang Rencana Semoga Waktu Wujudkan
Tugas seorang istri dan ibu adalah memastikan setiap anggota keluarga sehat. Baik itu sehat dengan asupan makanan dan hati yang selalu berbahagia.Tidak perlu anggota keluarga lain tahu, bagaimana sang istri mengatur keuangan pengeluaran rumah tangga, di antara keterbatasan pemasukan selama pandemi.
Dukungan suami dan anak pada istri selama mengikuti kelas daring saja sudah lebih dari cukup.
Ya, kan, kelas daring seperti yang aku ikuti, lumayan menyita waktu.
Jam online setiap kelas itu tidak sama. Terkadang siang, sore, atau malam. Dengan durasi paling sedikitnya dua jam. Bahkan ada yang sampai empat jam. Jadi kelar kelasnya itu sekitar pukul 11-an gitu. Malam, lho, ini.
Seandainya pasangan hidup keberatan dengan aktivitasku selama pandemi di rumah. Bisa dibayangin, deh, gimana stresnya aku.
Sudah harus diam di rumah, terputus pula hubungan dengan dunia luar.
Baiklah kalau begitu, sepertinya kesempatan menulis kali ini. Saya mau mengucapkan terima kasih untuk the one and only laki-laki yang ada di rumah. Ceritanya tribute to gitu.
Thank you so much my dear husband for your understanding.
Terima kasih telah menyediakan wifi di rumah. Sehingga aku bisa "berselancar" tanpa batas. Menimba ilmu, menambah wawasan, menambah teman meski di dunia maya.
Semoga kita bisa berselancar beneran di pantai setelah pandemi berakhir. Aamiiin.
Eh, ngomongin pantai. Ini, nih, yang kepingin aku obrolin sama suami, pantai.
Dia, tuh, kepingin ngajak aku dan kakak ke daerah pegunungan yang ada tempat pemandian air panasnya.
Aku, mah, belum jawab "iya", sih. Aku, tuh, lagi mikir yang deket-deket ajalah jalannya. Biar ongkosnya irit dan nggak pake nginep pula.
Terus kepikiran, deh, pantai. Pantai dari Bekasi, kan, ada, tuh. Ancol. Nggak perlu berjam-jam untuk sampai di tujuan. Nggak perlu isi BBM berkali-kali. Bayar tol juga nggak mahal-mahal amat.
Cukup bawa masakkan dari rumah. Ayam goreng, sambal terasi, lalap, kerupuk, buah, sama air minum. Buat alas duduknya, bawa tikar. Gelar, deh, di pinggir pantai.
Ngerasain angin pantai berembus, melihat perahu nelayan terombang-ambing di laut lepas. Orang-orang di bebatuan sedang memancing. Anak-anak yang bercanda dengan ombak.
Rasanya hati terasa lepas, tertarik oleh ombak ke laut. Berenang bebas, melepas penat dari kungkungan kamar, teras, dapur.
Bagaimana my husband? Bisa nggak mewujudkan keinginan Eneng.
Semoga aja dia baca blog Eneng, nih.
Hitung-hitung reward buat his dear lovely wife atas kesabarannya menemani dia selama sepuluh bulan di rumah. Eeh, maaf, ya, jadi perhitungan, dah.
Doain Eneng, ya, my dear husband, supaya tetap produktif meski diam di rumah. Siapa tahu ada rezekinya "di sini". Jadi bisa bantu dapur lebih ngebul lagi.
Waaah mantap mba, aku baru ngikut kelas Blogspedia aja udah ngos-ngosan ini.
ReplyDeletePadahal untungnya ikut kelas-kelas belajar online gini, bisa jadi alternatif biar blognya tetap ada postingan terbaru ya, heheheh
Aku nggak kegiatan lain lagi, Mbak. Jadi waktu luangnya lumayan cukup buat ikut lebih dari satu kelas.
Deleteakupun mengalihkan pikiran dari pandemi dengan rajin ikut kelas-kelas online. alhamdulillah produktifitas bisa membantuku tetap berpikir positif atas situasi yang ada.
ReplyDeleteIya, betul, Mbak. Kalau nggak ada kegiatan kelas online. Stresnya udah numpuk, nih
DeleteSemoga keinginan eneng dikabulkan sm abang suami yak hehe. Keep waras mbak desi : D
ReplyDeleteAamiiin. Semoga suami baca ini tulisan di blog heuheh
DeleteWah ssmoga jadi ladang rezeki ya mbak :)
ReplyDeleteAamiiin. Semoga kita berdua punya ladang rezeki yang luas ya, Mbak
Deletebaru tau ada yang namanya komunitas ibu profesional, khusus buat yang udah punya baby ya mba
ReplyDeleteCoach Marita juga gabung di komunitas IP ini. Buat semua perempuan Mbak. Masih single juga boleh gabung.
DeleteEh iya ya... Kelas gratis yang gak kaleng-kaleng malah ada terus. Bisa diikuti untuk menambah wawasan dan kekosongan ilmu dala diri.
ReplyDeleteBiasanya kan kalu sebelum Korona aktivitas paling keja kerja kerja dll ilmu mah cetek atuh. Eh skrg Alhamdulillah jadi doyan nyari ilmu.
Toss kita samaan Buk
Tos Bang Baim kita. Semoga kita nggak gumoh sama ilmu yang didapet heuheu
Delete