Thursday, March 16, 2023

3 Hal Tentang Cinta Dalam Pernikahan yang Diajarkan Nabi Muhammad S.A.W.




Nabi Muhammad s.a.w mengajarkan kita tentang arti cinta, kasih sayang dan ketenangan

Adalah sifat bawaan pria dan wanita untuk mencintai. Cinta adalah salah satu anugerah terindah dalam hidup yang diberikan Allah s.w.t. kepada hamba-hamba-Nya.

Nabi Adam as dan istrinya dikaruniai cinta satu sama lain. Memang, cinta adalah bagian integral dari keberadaan manusia.

Utusan terakhir yang diutus untuk umat manusia, Nabi Muhammad s.a.w. menunjukkan kepada kita bahwa hubungan suami istri yang ideal adalah yang berbuah cinta (mawaddah), rahmat (rahmah) dan ketenangan (sakinah).

Melalui kisah-kisah indah hubungan Nabi Muhammad dengan Khadijah r.a. dan Aisyah r.a., berbagai poin pembelajaran yang dapat dikontekstualisasikan dengan pasangan suami istri milenial saat ini dapat kita petik.

Dalam mempelajari kehidupan pernikahan Nabi Muhammad, berikut adalah 3 hal tentang cinta yang diajarkan beliau

1. Ketenangan, Baik Fisik dan Emosi

Rasulullah s.a.w. mungkin pernah hidup di dunia di mana patriarki mungkin menjadi norma.

Namun, dalam hubungannya dengan istri tercinta Khadijah r.a, kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad s.a.w jauh dari bias patriarki.

Rasulullah s.a.w menunjukkan kepada kita bahwa pernikahan adalah hubungan yang didasarkan pada saling mencintai, percaya dan menghormati.

Beliau mengajarkan kepada kita bahwa pernikahan bukanlah di tangan laki-laki saja sebagai penentu segalanya sedangkan perempuan hanya ada untuk tunduk kepada laki-lakinya.

Sebaliknya, kita belajar bagaimana sebagai istri Rasulullah s.a.w, Khadijah r.a. adalah wanita yang mandiri dan berprestasi. Pernikahannya dengan Rasulullah s.a.w tidak menyurutkan semangat wirausahanya.

Dalam rumah tangganya, Khadijah r.a tidak sekadar berperan sebagai penghias Nabi s.a.w, tetapi ia berperan besar sebagai pendamping yang setara di mana suami istri saling melengkapi.

Setelah Rasulullah s.a.w menerima wahyu pertama, dimana beliau bertemu dengan Malaikat Jibril a.s di Jabal Nur (Gunung Cahaya), beliau pulang dengan tubuh menggigil.

Ia mencari selimut untuk menutupi tubuhnya. Khadijah r.a memberikannya selimut dan berusaha menenangkan suami tercintanya.

Saat itu, dia berpikir jernih dan mencoba memahami apa yang sedang dialami suaminya.

Setelah mengetahui apa yang terjadi, Khadijah r.a menanggapi suaminya dengan mencoba menghiburnya dan mengatasi kekhawatirannya.

Khadijah r.a meyakinkan suaminya bahwa dia adalah orang baik yang menjaga orang lain, berbicara kebenaran, membantu orang miskin dan memperlakukan tamunya dengan murah hati.

Dia yakin bahwa suaminya tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan. Dalam hadits disebutkan bahwa Khadijah r.a. menjawab Rasulullah s.a.w.:

كَلاَّ أَبشِر فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، وَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصدُق الحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

"Tidak pernah! Bersukacitalah! Demi Allah, Allah tidak akan pernah mempermalukanmu. Demi Allah, Anda menjaga hubungan baik dengan orang lain, Anda mengatakan kebenaran, Anda memikul beban orang miskin dan membantu orang miskin, Anda melayani tamu Anda dengan murah hati dan membantu mereka yang tertimpa musibah.”

(Hadits riwayat Imam Muslim)


Dari kisah diatas dengan jelas memperlihatkan bagaimana Khadijah r.a memberikan ketenangan batin bagi suami tercintanya, Nabi s.a.w.

Dia meyakinkannya dengan menonjolkan kebajikannya dan mengingatkannya bahwa Allah tidak akan meninggalkan orang baik seperti dia.


Khadijah r.a berdiri di samping Nabi s.a.w dan memberinya jaminan bahwa dia dipilih untuk melakukan tugas suci ini sebagaimana dia dimaksudkan untuk itu dan itu adalah sesuatu yang dia persiapkan.


Rasulullah s.a.w. turut mendengarkan Khadijah r.a. Dia mengatur agar Nabi s.a.w bertemu dengan pamannya yang berpengetahuan luas dalam kitab suci Ilahi.

Khadijah r.a adalah seorang wanita bijak yang sangat rasional dan tenang dalam menghadapi situasi seperti itu. Ia berusaha memastikan bahwa ia ada untuk suami tercintanya dan berusaha memecahkan masalah yang dihadapinya.

Di sisi lain, Rasulullah s.a.w mengapresiasi dan mendengarkannya saat menghadapi situasi ini bersama sebagai suami istri.

Kisah Rasulullah s.a.w. dan Khadijah r.a. menunjukkan hubungan yang didasarkan pada saling cinta, kepercayaan dan rasa hormat.

Rasulullah s.a.w menganggap istrinya sebagai pasangan yang setara, dan dia selalu curhat padanya.

Dia percaya padanya dan dia sangat mencintainya. Lingkungan rumah mereka adalah tempat tinggal yang penuh ketenangan dan belas kasihan.

Sejalan dengan tujuan pernikahan dalam Islam, Allah s.w.t menyebutkan dalam surat Ar-Rum ayat 60:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan salah satu tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa nyaman dengan mereka. Dan Dia telah menempatkan di antara kamu kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.”
(Surah Ar-Rum, 20:30)


2. Memahami Ekspresi Verbal dan Non-Verbal

Rasulullah s.a.w. mengajarkan kita bahwa komunikasi adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis.

Dia menunjukkan bahwa komunikasi adalah jalan dua arah. Suami tidak memiliki otoritas mutlak dalam pernikahan. Nabi s.a.w. menunjukkan bahwa seorang istri memiliki hak untuk mengungkapkan perasaan dan pandangannya.

Rasulullah s.a.w. selalu menjadi seseorang yang sangat memahami istrinya. Dia mendengarkan Aisyah r.a. dan dapat memperhatikan kapanpun istrinya marah karena dia sangat memperhatikan sinyal verbal dan non-verbal istrinya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., Rasulullah s.a.w bersabda,


"إِنِّي لَأَعْرِفُ غَضَبَكِ وَرِضَاكِ" قَالَتْ قُلْتُ وَكَيْفَ تَعْرِفُ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ, قَالَ "إِنَّكِ إِذَا كُنْتِ رَاضِيَةً قُلْتِ بَلَى وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ سَاخِطَةً قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ" قَالَتْ قُلْتُ أَجَلْ لَسْتُ أُهَاجِرُ إِلَّا اسْمَكَ

“Memang, saya tahu kapan Anda marah atau senang dengan saya. Saya (Aisyah r.a) berkata, “Bagaimana Anda tahu itu ya Rasulullah?” Nabi berkata, “Sesungguhnya, ketika kamu senang, kamu berkata: Ya, demi Tuhan Muhammad! Tetapi ketika kamu marah, kamu berkata: Tidak, demi Tuhan Ibrahim!” Saya (Aisyah r.a) berkata, “Ya, saya tidak meninggalkan apapun selain namamu.” (Riwayat Imam Bukhari)

Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. sangat mengerti perasaan Aisyah. Dia memiliki ruang untuk mengekspresikan emosinya, apakah dia bahagia atau tidak.

Untuk seorang istri Nabi, Aisyah r.a. kadang-kadang mengungkapkan kemarahan dan kegelisahannya. Lagipula, sudah menjadi sifat manusia untuk memiliki perasaan.


3. Bahasa Cinta Rasulullah s.a.w

Rasulullah s.a.w senang mengungkapkan rasa cintanya kepada istrinya dan hal itu dilakukan terus menerus sepanjang pernikahannya.

Dengan Aisyah r.a, dia memanggilnya dengan nama cantik Humayrah (yang Kemerahan) untuk memuji beberapa fitur wajahnya yang berwarna kemerahan, yang sangat disukainya.

Dia tidak pernah pelit dengan sikap cinta dan kelembutannya. Misalnya, dia akan minum dari tempat yang sama di cangkir tempat Aisyah r.a. meneguk air. Lalu Aisyah istri Nabi Muhammad minum dari cangkir yang sama

Rasulullah s.a.w. bersabda:

كنتُ أشربُ منَ القدَحِ وأنا حائضٌ فأناولُهُ النَّبيَّ فيضعُ فاهُ على موضعِ فيَّ فيشربُ منْهُ وأتعرَّقُ منَ العرقِ وأنا حائضٌ فأناولَهُ النَّبيَّ فيضعُ فاهُ على موضعِ فيَّ

Saya biasa meneguk dari cangkir, pada saat saya dalam keadaan haid. Saya kemudian memberikannya kepada Nabi di mana dia akan meletakkan bibirnya di tempat saya meletakkan bibir saya dan meminumnya. Saya juga akan menggigit tulang di mana masih ada daging yang tersisa. Saya kemudian memberikannya kepada Nabi s.a.w dan dia kembali akan meletakkan bibirnya di tempat saya meninggalkan bibir saya (Hadith by Imam An-Nasa’i)

Rasulullah s.a.w akan selalu mencari cara untuk menenangkan Aisyah r.a. dari cintanya yang mendalam terhadapnya.

Nabi s.a.w menunjukkan bahwa cinta perlu dipupuk dan terus bersemi di antara suami istri. Dibutuhkan dua orang untuk membuat pernikahan berhasil dan oleh karena itu, komitmen dan dedikasi antara suami dan istri adalah penting.

Nabi s.a.w. menunjukkan bahwa penting bagi sebuah hubungan pernikahan untuk memiliki keintiman, gairah dan komitmen.

Dalam membahas komitmen, Nabi Muhammad s.a.w tidak hanya mengandalkan Aisyah r.a. untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Kita tahu dari Sirah (Sejarah Nabi) bahwa Nabi Muhammad s.a.w akan memperbaiki sendiri barang-barangnya seperti menjahit pakaiannya.

Dia melakukan bagiannya dari tuntutan rumah tangga dan bukan suami yang menuntut. Aisyah r.a menjelaskan dalam sebuah hadits:

مَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ ـ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ ـ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

"Apa yang biasa dilakukan Nabi s.a.w di rumahnya?" Wanita itu menjawab, "Dia biasa menyibukkan diri melayani keluarganya dan ketika tiba waktu sholat, dia akan melakukannya." (Hadith by Imam Bukhari)

Bagi pasangan milenial masa kini, banyak hal yang bisa dipelajari di sini. Memang, pekerjaan rumah tangga tidak secara default menjadi tugas atau peran perempuan.

Pembagian tugas rumah tangga tunduk pada kesepakatan antara suami dan istri.

Dari kisah Rasulullah s.a.w, kita belajar bahwa perempuan bukanlah pelindung dapur secara de facto. Mengidentifikasi kebutuhan dan menegosiasikan tugas penting dalam membuat hubungan berjalan berdasarkan konteks yang berbeda dari setiap pasangan.

Rasulullah s.a.w. membekali kami dengan keteladanan dalam membangun pernikahan atas dasar cinta, kasih sayang dan ketentraman.

Cintanya pada Aisyah r.a. kuat dan cintanya kepada Rasulullah s.a.w sangat dalam. Sebagai pecinta Rasulullah s.a.w sudah selayaknya kita meneladani sifat-sifat beliau yang indah. Rasulullah s.a.w. berkata:

“Yang terbaik di antara kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku.”

Hadits Imam Tirmidzi)

Semoga Allah s.w.t menempatkan kita di antara orang-orang yang akan dikaruniai cinta Rasulullah s.a.w. dan berada di antara mereka yang mengikuti jejaknya dalam memperlakukan pasangan kita dengan penuh cinta dan hormat.

Semoga Allah s.w.t menanamkan dalam hati kita cinta yang tulus dalam mencintai sesama, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang benar dalam ketundukan kita kepada Sang Penguasa Hati, Amin.

No comments:

Post a Comment