Monday, January 23, 2023

Kebiasaan Mengucap Kata Seandainya Dan Takdir Allah


Dilarang ucap kata seandainya dalam islam
Kata seandainya pada takdir Allah, sering kita dengar pada satu pengalaman yang tidak mengenakan. Atau pada suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita.
Seperti yang kualami baru-baru ini, berkunjung ke rumah duka dari adik Papap di Karawang. Setelah malam harinya pihak keluarga memberi kabar kalau adik Papap sudah tidak ada.

Keesokannya, 18 Januari 2023, aku pun pergi ke kota kelahiranku. Tempat yang juga dimana Papap berasal dan semua adik-adik Papap tinggal.

Uwa biasa aku memanggilnya. Beliau berpulang setelah kurang lebih dua tahunan sakit. Beliau pun berpulang di hari ketiga perawatan di rumah sakit.

Tidak ada yang tahu takdir Allah. Terakhir aku bertemu dengannya pada Idul Fitri 2022 lalu, di salah satu rumah adik Papap yang tinggal di Karawang Timur.

Saat itu Mamah bilang, jika beliau dipasang selang berupa 'kantong penampungan' di bagian sekitar ususnya.

Kantong penampungan untuk buang kotoran itu tergantung di balik bajunya.

Mamah mengingatkan kembali sekitar dua tahun-an yang lalu. Di grup keluarga besar Karawang ada pemberitahuan memohon doa pada kami. Agar operasi yang akan dilakukan Uwa diberi kemudahan, kelancaran, dan diberi kesehatan seperti sedia kala.

Operasi dilakukan dikarenakan Uwa tidak bisa buang angin dan BAB. Saat itu operasi dilakukan di RSUD Kota Karawang. Menurut cerita salah satu adik Papap yang perempuan. Kontrol berlanjut di RS Hasan Sadikin, Bandung.

Baca Juga: Selembar surat untuk sahabat sejati

Kata Seandainya, Kalau, Jika, dan Semacamnya

Disini tidak akan dibahas tentang penyakitnya. Selain kurang tahu banyak, juga takut salah informasi.

Hukum menguncap seandainya dalam Islam

Apa yang akan dibagikan dalam tulisan ini adalah, hikmah yang aku ambil dari hasil mendengar obrolan adik bungsu perempuanku dengan adik bungsu Papap yang perempuan juga. Tentang kata 'seandainya'.

Tidak terlalu ingat persisnya kalimat yang mereka ucapkan. Tapi sepemahaman dan apa yang aku tangkap dari pembicaraan mereka berdua, bahwa mereka berandai-andai dan lontaran kata 'seandainya', 'kalau aja', dan kata yang yang berkonotasi seperti itu di awal cerita. 
Jika saja Uwa beserta keluarganya melakukan pengobatan dengan segala spekulasi yang mereka buat.
Kurang lebih maksudnya seperti itu kalimatnya. 

Bibi, adik bungsu perempuan Papap juga menyayangkan sikap tertutup Kakak laki-lakinya yang tidak memberitahunya akan penyakit yang dideritanya.

Sehingga Bibi tidak dapat memberi sumbang saran atau paling tidak bisa menjadi pendengar setia akan sakit yang diderita Kakaknya.

Tidak ada kata 'seandainya' dalam dua kalimat diatas. Tapi maksudnya ada mengarah ke 'jika saja' yang berarti masuk kedalam kalimat berandai-andai. 

Lalu Bibi dan keponakannya itu masih berlanjut tentang berandai-andai akan Kakak atau Uwa versi mereka.

Rasulullah SAW pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Muslim:

Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula mengatakan: Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian namun katakanlah: Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan karena berandai-andai membuka tipuan setan. (HR Muslim 2664).
Dapat dimengerti kalau mereka berdua tidak ada maksud seperti dalam sabda Rasulullah SAW yang telah disebutkan diatas.

Kata seandainya memang sudah menjadi kebiasaan dan spontan terucap ketika menghadapi suatu hal yang tidak diharapkan.

Sayangnya, aku hanya menjadi pendengar ketika mereka berbicara tentang kata seandainya itu. Semua dikarenakan kekurangan ilmu pengetahuan aku tentang hal ini.

Setelah aku tahu dan mengerti penerapan kata 'seandainya'. Semoga aku dapat mengamalkan ilmu ini untuk aku dan orang-orang yang ada di sekitar aku.

Seperti itulah manusia, mengeluh, bahkan terkadang marah pada Allah dan untuk sesaat menolak takdir. Sebelum akhirnya tersadar dengan firman Allah SWT yang menjelaskan dalam ayat berikut:

Mereka (orang-orang munafik) berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini? Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”.

Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS Ali Imran: 154).

Naudzubillah Summa naudzubillah. Jangan sampai aku masuk ke dalam perangkap setan.

Aku pernah diposisi ini. Sedih, marah, hati berontak, menolak semua kenyataan. Bahkan terlintas dipikiran, "buat apa hidup?"

Baca juga: Saat ikhtiar dan doa berbeda-dengan takdir

Berdamai dengan hati

Jangan melawan takdir
Berdamai dengan hati bukan perkara mudah. Waktu tidak dapat menghapus semua ingatan dan kenangan.

Hidup berdampingan dengan masa lalu adalah yang terbaik buatku. Bukan untuk menengok ke belakang. Tapi saling senyum dan mengingatkan.

Kata 'seandainya' kubuat untuk masa depan. Dan ternyata, semua ini adalah yang terbaik buat hidupku.

Terima kasih kepada sang Maha Pencipta yang telah membuatku seperti batu karang dan yang telah membuatku tidak membenci angin.

Semoga aku dan Sahabat Desi's Corner masuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk-Mu ketika sedang dalam kesulitan. Aamiiin.


No comments:

Post a Comment