Thursday, December 31, 2020

Mengatur Finansial Rumah Tangga Ala-Ala



Finansil rumah tangga ala-ala

Tulisan kali ini hanya sekadar berbagi apa yang sudah dilakukan olehku dalam mengatur keuangan rumah tangga, ya, Sahabat Desi's corner. Ceritanya finansial rumah tangga ala-ala gitu. 

Aku, kan, baru menyandang status ibu rumah tangga tiga tahun lalu. Setelah kurang lebih 21 tahun berada di ranah publik. Jadi, di sini aku akan share dua cara aku mengatur keuangan waktu menjadi pekerja dan ibu rumah tangga. 


Gaya Mengatur Keuangan ala Karyawan


Gaya mengatur keuangan rumah tangga ala-ala waktu masih bekerja seperti ini:

1. Perusahaan tempatku bekerja mempunyai kerjasama dengan bank tertentu untuk membayar gaji pegawainya. Mau tidak mau kita harus membuka rekening di bank yang telah ditunjuk perusahaan. Rekening awal milikku ini tidak ditutup tapi tetap digunakan.

2. Demi menjaga stabilitas arus keluar masuk kas rekening. Dibuatlah rekening di bank lain. Jadi, setiap terima transferan di awal bulan. Lima puluh persen dari pendapatan dipindahkan ke rekening bank awal yang saya miliki. Sedangkan sisa 50% nya, digunakan untuk biaya hidup. Seperti, kebutuhan dapur, bayar sekolah, listrik, telepon, BPJS, dan senang-senang untuk diri sendiri (jalan bareng teman).

3. Aku pun membuka rekening untuk anak-anak. Dulu waktu mempunyai anak dua. Aku membuka dua rekening tabungan atas nama mereka. Dikarenakan sekarang hanya ada kakak. Maka rekening adiknya ditutup.

Perlakuan yang sama seperti no. 2. Setiap awal bulan setelah menerima transferan dari perusahaan. Aku mengisi tabungan anak-anak. Biaya pendidikan yang semakin besar di setiap tahunnya. Membuat aku mewajibkan diri menyisihkan dana sedari dini. Biar apa coba? Biar kakak bisa sekolah tinggi 😊

Eh iya, dana pembagian pengisian rekening ini diambil dari 50% pertama tadi, ya.

4. Alhamdulillah setiap tahun perusahaan selalu memberi bonus. Stt, ini suami nggak dikasih tahu, lho 😜 Ya, kalau dapat bonus, dia cuma ngerasain traktiran istrinya makan enak. Untung nggak ditanya kenapa ditraktir. Secara traktirnya dibeliin trus dibungkus dan makannya di rumah 😅

Nah, dana bonus ini, selain masuk ke tabungan sendiri dan anak. Dibelikan jugalah LM atau emas perhiasan. Judulnya, harus menabung sebanyak mungkin. 

Kata bijak finansial

5. Satu-satunya pendapatan yang dibelanjakan terlebih dahulu alias sisa, ya, uang THR. Setelah dipotong pengeluaran kebutuhan hari raya seperti untuk orang tua, mertua, anak, suami, dan diri sendiri. Barulah sisanya ditabung.

6. Terus kabar uang suami kemana?
Dia mah urusannya cicilan rumah, gaji Mbak, dan memenuhi kebutuhan sendiri. Jadi THR suami buat kebutuhan suami sendiri. Biar dia juga bisa punya tabungan dan bisa traktir orang tuanya.

7. Terus kalau mau piknik alias tamasya pakai uang siapa dong?
Ini ,nih, yang seru kalau mau jalan yang agak jauhan dari kota sendiri. Suka berdebat mana yang akan ditanggung oleh kita masing-masing selama piknik. Misal nih, aku bagian urusan makan dan oleh-oleh. Suami bagiannya transportasi dan menginap. Tapi yang jelas, porsi suami biasanya lebih besar 😬

8. Aku pun hobi banget selap-selip uang. Uang pecahan lima ribu, sepuluh ribu, atau terkadang lima puluh ribu rupiah, aku selipin di bawah baju atau dalam saku baju yang tergantung di dalam lemari. Ceritanya nanti mereka jadi uang kaget gitu. Kalau lagi kepepet ada kebutuhan, kan lumayan buat tambah-tambah 😋

9. Aku juga suka ngumpulin koin. Seperti koin pecahan seribu-an. Celengan koin ini berupa toples bekas selai. Biar kelihatan cepat penuh ceritanya. Entahlah uang koin ini untuk apa. Sampai sekarang masih terpajang manis di atas lemari kamar. Toplesnya lama penuh, dikarenakan susahnya ngedapetin uang koin seribu-an itu.

10. Ketinggalan satu, nih. Di laci meja kantor, aku juga punya kaleng bekas kue yang diisi khusus pecahan lima puluh dan seratus ribu rupiah. Sehabis tarik uang dari atm seminggu sekali. Aku menyisihkan untuk mengisi kaleng bekas kue itu.

Eh, apa nih yang seminggu sekali tarik uang via atm?

Begini, kebutuhan bulanan yang sudah dijelaskan di no. 2. Aku, tuh, ambil uangnya seminggu sekali. Lebih nyaman dan terkontrol dibanding aku mengambil dana untuk satu bulan penuh sekaligus. (lain hal kalau sudah tidak bekerja)

Hmm, sepertinya mengatur keuangan pada zaman aku di ranah publik sudah semua, deh. Ya, kurang lebih seperti itulah gayanya.

Baca Juga: 5 Tips Ibu Bahagia Selama Pandemi

Mengatur Finansial Rumah Tangga 

Sekarang, mari membahas gaya mengatur finansial keluarga ala-ala ranah domestik.

Setelah menyandang profesi Ibu Profesional selama dua tahun. Mengatur keuangan keluarga pun berubah seratus delapan puluh derajat. Secara sumber penghasilan sekarang cuma satu.

 
Bijaksana menabung


1. Awal berhenti bekerja, mbak yang sudah
ikut dengan kami selama sepuluh tahun, akhirnya disudahi. Sungguh itu adalah keputusan terberat. Bahkan sampai sekarang masih suka kangen. Untung Mbak sesekali suka main ke rumah.

2. Sebelum berhenti, tabungan hasil dan bonus kerja digunakan untuk melunasi sisa tanggungan rumah. Alhamdulillah, akhirnya bisa bebas lepas dari riba.

3. Sebelumnya memiliki beberapa buku tabungan. Sekarang hanya satu saja yang dimiliki. Kan, kakak sudah besar. Jadi, dia sudah bisa punya tabungan atas nama sendiri. Tabungan kakak biasanya hasil dari THR alias amplop lebaran dari saudara-saudara aku dan suami 😬. Sesekali kakak diberi uang lebih di akhir bulan, supaya bisa mengisi tabungannya. Maklum, anak gadis biasanya punya banyak kebutuhan mendadak, kan?

4. Satu rekening yang dimiliki itu digunakan untuk pembelian token listrik, BPJS, telpon, belanja bulanan (sabun-sabunan dan cs nya), biaya kos dan semesteran kakak. Sisanya tetap dalam rekening sebagai tabungan. Dilarang berat untuk diotak-atik, kecuali diisi 😅

5. Pengeluaran rumah tangga makin diperketat tapi sewajarnya, kok. Makan masih tetap yang bergizi dan sehat. Kadang kalau nggak masak, masih jajan bakso atau beli masakan padang. Masih hitungan bergizi juga, kan? 😅

Sistem amplop adalah yang paling saya suka. Amplop ini adalah caraku untuk mengatur keuangan yang dikeluarkan secara cash. Seperti, belanja ke tukang sayur, beli air galon dan gas, kebutuhan kakak kuliah (transport dan jajan), arisan RT, dan jajan untuk diri sendiri seminggu sekali.

6. Mencari sumber penghasilan yang lain. Saat ini aku sedang menekuni dunia menulis. Belum menghasilkan banyak, sih. Tapi, sesekali untuk jajan sendiri bisa lah, ya. Kan memang rencananya, menulis itu untuk self healing dan bermanfaat buat orang lain. Kalau menghasilkan, ya, Alhamdulillah banget 😊

7. Tetap nyelengin dong, meski nggak punya penghasilan tetap. Isinya, sisa uang belanja atau terkadang suami suka memberi uang ekstra.

8. Ini nih bagian yang paling seru. Suami sampai bilang antara pintar dan licik 😂.
Jadi, dia kan suka beli jajanan di minimarket gitu. Nah, aku suka nyolong-nyolong atau nebeng belanja kebutuhan bulanan. Ya, kayak pasta gigi. Lain waktu, sabun mandi. Atau sabun cuci, gula pasir, pembersih muka.

Judulnya setiap dia ke minimarket, saya ikutan ambil satu item yang memang sudah habis stoknya di rumah. Nominalnya kalau bisa jangan lebih dari tiga puluh ribu, biar dia nggak terlalu berasa bayar 😅. Lumayan kan ngirit belanja bulanan.

9. Piknik? Alhamdulillah. Meski penghasilan cuma satu sumber. Piknik tetap ada, yang penting kan kebersaman. Ya, piknik tipis-tipis gitu. Soalnya kan nggak ada pembagian jatah pengeluaran. Semua dari suami.

10. Bantu doa dan kasih support buat suami dalam bekerja. Mood yang baik dapat membuat suami bahagia. Bahagia akan membuat suami semangat bekerja. Semangat bekerja akan membuat hasil kerjaan suami disenangi bos. Bos senang, artinya, kan, bisa naik gaji dan dapat bonus gede 😊. Aamiiin. 

Baca Juga : Menabung Asyik ala Emak-Emak
Baca Juga : Butuh atau Cuma "Pingin? "

Ah, semoga praktik mengatur keuangan rumah tangga ala-ala aku, berkenan untuk dibaca. Aku juga dengan senang hati menerima masukan lain. Bilamana Sahabat Desi's Corner Mbak bersedia memberi tanggapan atau masukkan untuk menambah wawasanku dalam mempraktikan finansial rumah tangga ini.






No comments:

Post a Comment