Thursday, May 20, 2021

Usia 25 Tahun Idealnya Punya Apa? Ini Usia 25 Tahun Versi Desi's Corner


Usia 25 tahun idealnya punya apa?

Usia 25 Tahun idealnya punya apa? Ini adalah topik viral di twitter beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 10 Mei. Aku sih, tahunya cuitan ini dari beranda status facebook. Heboh bener. Penasaran dong, sampai akhirnya buka twitter.

Waktu mau mau menulis tentang topik viral usia 25 tahun ini. Dicari tahulah dulu siapa pencetus pertama kalinya. Eh, nggak nemu. Secara cuitannya bikin geger dunia pertwitteran dan sekitarnya. Begini bunyi cuitannya:

”Usia 25 tahun idealnya punya apa? Tabungan 100 juta. Cicilan rumah sisa 20 persen lagi beres. Punya kendaraan pribadi. Gaji minimal 8 juta.”
Gimana? Cuitannya bikin pro dan kontra, kan? Terus aku jadi mikir, deh. Macam flashback gitu. Waktu aku usia 25 tahun, sudah punya apa, ya?

Baca Juga: Green Jobs Peluang Kerja Anak Muda

Usia 25 Tahunku Kala Itu

1. Bekerja

Selang tiga bulan selesai kuliah tahun 1996, aku mulai bekerja. Hingga menginjak usia 25 tahun, aku menemukan pekerjaan ketiga yang akhirnya mengabdi sampai sebelas tahun lebih sedikit di sana.

Tapi di usia 25 tahun, tabunganku nggak sampai 100 juta, tuh? Ya kali, tahun 1999 upah yang didapat 300 ribu/bulan bisa menabung sampai 100 juta? Eh, tapi 300 ribu yang kudapat kala itu berdasarkan data dari BPS sudah diatas UMR, lho.

UMR tahun 1999 provinsi Jabar
Sumber: bps.go.id

Kalau dilihat dari poin cuitan di atas. Berarti untuk tiga kriteria berikutnya yaitu, cicilan rumah, punya kendaraan pribadi, sama gaji minimal 8 juta, lewat deh.

Biarpun makan dan ongkos ditanggung dan ditambah uang lembur. Tetap saja, tabungan 100 juta nggak bakal bisa dapat.

2. Menikah

Aku menikah di usia 25 tahun lebih dua bulan. Pas lama kerja sudah dua tahun dan berhak mendapat cuti tahunan.

Maklum dah, masa pacarannya kelamaan, hampir 9 tahun. Jadi meski tabungan belum 100 juta, belum punya rumah juga. Eh, zaman 1999 belum ada rumah bersubsidi atau proyek perumahan seperti sekarang ini. Dulu banyaknya sawah, kebun, atau tanah resapan air.

Akhirnya tabungan yang sudah dikumpul, dipakai buat hajatan, deh. Aku dan suami pun kembali ke titik nol. Mengumpulkan tabungan lagi. Meski pada akhirnya, kami bisa mengambil KPR tahun 2005.

Baca Juga: Mengatur Finansial Rumah Tangga Ala-Ala

3. Mempunyai Anak

Usia 25 tahun anggota keluarga bertambah. Iya, di tahun yang sama, tidak lama menikah, aku melahirkan anak pertama. Target 100 juta mah, lewat dah, meski aku dan suami sama-sama bekerja.

Dulu belum ada olshop atau marketplace yang bisa ditebengin produk buat jualan. Terakhir jualan kayaknya pas kuliah, deh. Jualan tas yang kudu simpan stok di rumah. Resiko nggak balik modal kalau sisa. Setelah menikah dan punya anak. Keinginan untuk berjualan lagi, nggak terlewat di benakku saat itu.

Jadi ya gitu. Tiap bulan aku menabung sebisa mungkin. Kayak lagu Eyang Titiek Puspa. Menabung nggak usah dihitung dan nggak perlu nominal besar untuk memulainya. Yang penting aku sudah membuka rekening atas nama anakku. Jadi setelah gajian, aku langsung bisa menyisihkan dan menyimpannya di rekening Kakak.


Membentuk Usia 25 Tahun Versi Desi's Corner Untuk Kakak

Mengarahkan passion anak

Jujur, karena topik viral usia 25 tahun ini. Selain bikin aku flashback ke masa lalu. Aku juga ingin pengalaman yang lalu tersebut jangan terulang atau dialami oleh Kakak.

Aku ingin usia 25 tahun kakak nanti bisa seperti cuitan di twitter. Ya, paling nggak, mendekati gitu. Meski baru menyelesaikan kuliah awal tahun ini. Meski sekarang lagi pandemi dan susah mencari kerja. Dan meski kedua orang tuanya bukan pengusaha dan mempunyai modal. Tapi zaman sekarang, untuk mempunyai 100 juta sepertinya bisa diusahakan.

Persiapan Sebelum Usia 25 tahun Kakak:

1. Membantu dan mengarahkan mencari passion

I have no special talent. I am only passionately curious. -Albert Einstein-

 

Bayangkan belajar fisika buat Einstein adalah passion. Buatku mah, pelajaran fisika zaman sekolah dulu adalah beban. Wkwkw. Dapat nilai enam aja udah paling TOP itu. Seandainya belajar fisika cuma karena kewajiban sebagai pelajar macam aku dulu di sekolah. Mungkin rumus E=mc², kesetaraan energi dan massa nggak akan ditemukan. Hmm, ya kan, ya kan?

Dan aku nggak mau, Kakak menemukan passion macam mamaknya ini. Baru ketemu setelah usia kepala empat.

Bagaimana cara membimbing Kakak menemukan passionnya?

- Memberi contoh

Pertama ya aku kasih contoh dulu. Aku suka membaca. Kakak pun sedari kecil sudah terbiasa dengan buku dan membacanya sampai sekarang. Cuma, pas aku belajar menulis tiga tahun yang lalu sampai sekarang. Kakak nggak tertarik untuk mengikutiku.

Sebenarnya Kakak sempat punya blog. Malah duluan dia daripada aku. Cuma yang namanya nggak terlalu tertarik, jadinya nggak berlanjut, deh.

Baca Juga: 9 Alasan Ngeblog Ala Desi's Corner  

- Menularkan Hobi

Aku hobi banget crafting. Mulai dari kristik, sulam pita, decoupage, daur ulang barang bekas (kaleng, patchwork), menjahit. Tapi ya gitu, namanya hobi, jadi cuma sekadar bisa, nggak expert.

I'm good in many things but great in nothing. 

Dan dari sekian banyak hobi tersebut. Nggak ada satupun yang nyantol sama Kakak alias Kakak nggak minat untuk ngejalanin salah satu hobiku tersebut.

- Ekspresi Diri

Aku suka berbicara dengan tanaman. Selain menulis sebagai penyaluran emosi. Berbicara dengan tanaman lumayan bikin pikiran teralihkan sementara akan rumitnya hidup di masa pandemi. Untung tanamannya nggak layu saat aku mengekspresikan diri.

Pohon yang aku tanam juga bukan tanaman hias yang lagi ngetrend. Secara aku nggak punya halaman luas. Jadi tanamnya ya, di pot gitu. Cukuplah pohon cabai dan mengembang biakkan pohon daun mint.

Tapi Kakak juga nggak tertarik dengan gaya mengekspresikan diri macam ini. Padahal mengekspresikan diri juga bisa menjadi salah satu jalan buat menemukan passion. Karena sebenarnya saat berbicara dengan lawan bicara yang bukan manusia. Ia sedang bermuhasabah dan mencari jati dirinya sendiri. 

Mungkin Kakak punya cara sendiri dalam mengekspresikan diri. Cuma akunya aja yang nggak tahu. Semoga. 


Hobi mendaur ulang

- Belajar Hal Baru

Aku suka coba-coba resep kue. Kalau ada resep yang unik. Aku suka penasaran pengin mencobanya. Namanya juga coba-coba. Kadang berhasil, kadang nggak. Tapi kalau makanan mah, biar hasilnya nggak sesuai youtube. Tetap aja masih bisa dimakan, kecuali gosong dan rasanya pahit. Wkwkw.

Eh, ternyata Kakak suka dengan dunia perbakingan ini. Bulan puasa kemarin, Kakak berhasil menjual kurang lebih lima belas toples crunchie chesse cookiesnya. Resepnya seperti biasa aku ambil dari youtube.

Setelah Kakak punya label nama cookiesnya sendiri. Aku sekarang rajin mencari resep unik buat Kakak. Biar Kakak punya produk baru selain kue kejunya itu. Lumayan semangat dia. Dan aku senang.

Baca Juga: Mengembangkan Jiwa Wirausaha Di Masa Pandemi  

2. Manajemen Keuangan

Aku memang bukan ahli perencana keuangan. Tapi sejauh ini Alhamdulillah, aku dapat mengatur keuangan rumah tangga sampai bebas riba sebelum waktunya selesai.

Bukan hal mudah pula untuk dijalani ketika mempunyai uang di tangan, lalu godaan marketplace hilir mudik di dalam genggaman. Seperti yang dialami oleh Kakak. Kakak yang punya uang hasil penjualan kue ditambah uang lebaran yang didapat. Pastinya gatel banget tuh, tangan kepengin beli ini dan itu.

Meski mulut udah bawel banget dari zaman jebot, kalau dia tuh, kudu bisa membedakan mana kebutuhan dan keinginan. Tapi ya, gitu. Belum berhasil 100%. Ada aja barang yang dijemput di pos satpam depan komplek rumah. "Mumpung 99 perak nih, Mah." Gitu alasannya.

Maunya sih, mulut merepet lagi. Tapi, ya sudahlah. Kan, dalam penghasilan yang didapat nggak melulu semuanya kudu disimpan. Penting mah, Kakak udah menyisihkan lebih dari sebagian keuntungan jualan, dah. Jadi bisa buat diputar modal jualan lagi.

Baca Juga: Menabung Asyik Ala Emak-Emak

3. Bergabung dengan komunitas

Waktu Kakak di semester awal kuliah, sempat tuh, bergabung dengan organisasi YOT (Young On Top). Dua tahun Kakak terlibat dengan berbagai event yang diadakan oleh YOT. Kepercayaan diri Kakak mulai tumbuh. Secara Kakak kan, orangnya introvert dan sering insecure kalau berada di lingkungan baru.

Sayang, setelah dua tahun berada di sebuah organisasi. Bekas-bekasnya nggak kelihatan lagi. Kakak mulai nggak PD dan jumlah pertemanannya pun nggak bertambah banyak.

Melihat Mamaknya sibuk ikut zoom sana-sini ternyata nggak membuatnya tertarik. Padahal Kakak tahu kalau Mamaknya gabung di grup wa komunitas lebih dari lima. Meski seringnya SR (silent reader). Stt, jangan bilang-bilang Kakak, kalau Mamaknya juga punya masalah insecure (dikiiiit, kok).

Padahal komunitas tempat berbagi dan mendapat ilmu dari orang-orang yang berpengalaman dibidangnya. Mana gratisan lagi ilmunya. Tapi Kakaknya belum tertarik bergabung dengan komunitas. Padahal komunitas juga kan, bisa jadi target pasar, yak?

Masa yang jadi mentor Mamaknya doang. Kakak juga kan, butuh mentor dari luar (gaya beud dah guweh, mentor wkwkw).

Baca Juga: Tetap Produktif Meski Diam Di Rumahl

Semoga Kakak baca tulisan ini. Jadi aku nggak perlu ceramah dan nggak bikin pegel mulut.

Poin berikutnya akan bertambah seiring perkembangan situasi dan kondisi. Setidaknya, tiga poin di atas adalah pondasi untuk mencapai 100 juta. Syukur-syukur sebelum mencapai usia 25 tahun angka di rekening Kakak bisa mencapai segitu. Aamiiin.

Soalnya, kalau mengandalkan gaji dari pekerja kantoran mah, susah didapat. Apalagi sekarang masih mencari kerja. Dan mencari kerja di situasi pandemi kayak gini saingannya berat. Profesional yang dirumahkan, lulusan sebelum Kakak, dan lulusan angkatan Kakak. Semuanya mencari kerja.

Tapi, pencapaian usia 25 tahun setiap orang berbeda. Kesuksesan seseorang waktunya tidak sama. Selagi usaha dan semangat tetap hidup. Keidealan pencapaian di usia 25 tahun, sebetulnya telah diraih.

Angka bukan sebuah ukuran keberhasilan. Karena setiap usaha tidak selalu diukur dengan angka. Kalau kebutuhan sudah mencukupi alias kalau ada butuh selalu ada dan nggak punya utang. Berarti hidup bahagia sudah tercapai.

Jadi, idealnya usia 25 tahun menurut Sahabat Desi's Corner seperti apa?










14 comments:

  1. Hmm... saya waktu umur 25 tahun ngapain ya?
    waktu itu kayanya lagi belajar merantau ke ibu kota, merasakan kegilaan Jakarta, berpetualang mengisi masa muda... hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masa muda yang menyenangkan ini, sih. Mencari pengalaman sebelum akhirnya pulang ke kampung sendiri basa ilmu.

      Delete
  2. Cakep deh tu yg 25th udah bisa capai beberapa hal, aku 25 tahun punya satu bayi wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tos dong kita usia 25 udah punya bayi. Itu juga bisa icip² pengalaman karena kebutuhan wkwk.

      Delete
  3. Masya Allah, semoga rencananya bisa tercapai ya bu. Aku juga pengen deh nanti bisa mendidik anak lebih baik dari aku apalagi soal passion hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiiin. Terima kasih doanya Mbak Zakia. Semoga kelak Mbak Zakia juga bisa mendidik anak sebelum usia 25 jauh lebih dari aku dan juga Mbak Zakia.

      Delete
  4. Kalau saya umur berapapun yang penting bisa bahagia dan banyak bersyukur. Hahaha... Soalnya yakin, Allah pasti akan kasih rizki pada tiap manusia sesuai kebutuhannya. Jadi tiap orang ya pasti waktunya beda-beda. Every person has their own time. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mbak Nia. Kesuksesan setiap orang beda² waktunya. Pun begitu tolak ukur kesuksesan juga berbeda.

      Delete
  5. aku 2 tahun lagi menuju usia itu, lucu sih kalo liat orang lain dah banyak presatsi sedangkan aku ya gini -gini aja hehe
    tapi mudah2an bisalah aku sukses di usia muda gitu, aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan dijadiin beban Mbak Yulia. Jalanin sebaik mungkin aja. Ya masa, Alloh nggak kasih hasil dari usaha Mbak Yul.

      Delete
  6. Aku udah nyaris 30 dan ga satu pun dari cuitan twitter yang aku punya. Hehehhe.. But i'm happy. Karena tiap orang punya timeline masing-masing. Jadi ga usah menyusahkan diri dg standar yang dibuat oleh orang lain

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, yang penting kita bahagia. Hidup bahagia aja udah sukses namanya. Karena bahagia itu artinya menerima. Yakin usaha selalu membuahkan hasil.

      Delete
  7. Meski aku udah melewati umur itu, tapi jadi pelajaran buat aku untuk terus belajar. Apa yang kita kuasai ternyata bisa ditularkan ke anak-anak. Salaut sama Bunda Desi. Semoga Kakak bisa mencapai target yang diimpikannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiiin. Terima kasih doanya, Mbak. Yakin juga suatu saat nanti Mbak Viandri akan jauh lebih baik dari aku yang baru menemukan passion setelah melewati angka 40.

      Delete